PUNCAK IMAJINASI (PUNCAK AMARILIS 20/11/2016)


Kerlap-kerlip bintang hiasi angkasa, hamparan cahaya kecil yang membentang sepanjang Horison yang dipandang mata, serta segelas kopi panas iringi imajinasi yang meluap-luap diatas puncak tertinggi kota ini, laksana api yang menari-nari dengan kobaran yang harmonis di atas tumpukan kayu yang berwarna merah bata.

Kedudukan dan desakan saat memandang suatu keadaan sangat mempengaruhi seberapa luas dan bijak kita dalam menuangkan imajinasi dalam tiap lembaran kertas. Teori yang kukemukakan untuk menceritakan kejadian Jumat malam yang indah, sejuk dan penuh dengan suasana intelektual. Betapa tidak, 20 orang yang ikut mendaki bersama kami (3 orang pembina PELITA), dengan desakan perubahan arah pergerakan pemuda saat ini, coba kami fasilitasi untuk mengolah pikir dalam logika mereka, mulai dengan imajinasi sederhana tentang benda yang ada di sekitar mereka, sampai pada memaksa logika mencari sinkronisasi dari dua kata benda yang tidak berhubungan secara langsung.

Dua puluh pemuda yang kami petakan dalam 5 kelompok kecil masing-masing dengan dua kata benda yang mereka pilih secara acak sebagai tema dalam menggapai puncak kolaborasi imajinasi pada setiap kelompok kecil tersebut. Pejabat dan batu karang, guru dan sapi, daun dan pena, korek api dan buku serta pembunuh bayaran dan cinta merupakan tema-tema yang terpilih secara acak dan rahasia yang akan di kembangkan dalam terbatasnya waktu, mulai dari pengumpulan ide, pengembangan sampai penulisannya hanya dalam 15 menit saja. Namun kader-kader muda PELITA Generasi Pertama berhasil menaklukkan tantangan yang kami berikan dengan daya imajinasi dan gaya mereka dalam mengkreasikan gagasannya, meski kebiasaan menulis masih belum lumrah bagi mereka.

Simar, Arwin, Irianto, dan Larman: PEJABAT DAN BATU KARANG

Pejabat yang mampu memfasilitasi masyarakat pada kehidupan yang lebih baik, dengan tujuan untuk menyejahterakan kehidupan masyarakat, sama halnya dengan batu karang yang ada di lautan, meski tak terlihat dan diketahui banyak orang, ia tetap memberikan manfaat bagi biota yang hidup di sekitarnya (laut).

Sementara pejabat yang tidak mampu menjadikan dirinya sebagai fasilitator atau tidak mampu memberikan arahan yang jelas kepada masyarakat, bahkan halnya memberikan janji-janji layaknya angin surga yang berhembus ditengah kemarau panjang sebagai harapan yang seolah-olah bisa diwujudkan oleh mereka, namun ternyata janji-janji surgawi para penguasa tersebut hanya omong kosong belaka. Dan kemudian muncullah sebuah tanda tanya besar, lalu apa bedanya mereka dengan batu karang yang mati di lautan sana yang tak lagi mampu memberikan manfaat bagi biota laut.

Jika engkau teladan, maka baik atau buruk engkau yang menentukan.


S.D.R, A_H_S, AY_Lhun, Y/S: GURU =/≠ SAPI

Guru bukanlah sapi yang bisa dicocol hidungnya lalu diarahkan sesuka tuannya. Tenaga guru harus sekuat sapi yang berguna menggarap ladang bangsa ini untuk menumbuhkan generasi-generasi penerus yang hijau seperti zamrud permata dunia. Perlu untuk dicontoh kesabaran sapi dalam mengunyah makanan hingga halus dan lembut sehingga baik untuk sistem pencernaannya. Harus seperti itulah seorang guru, ia harus tetap sabar mendidik siswanya agar baik untuk sistem kehidupan bermasyarakat berbangsa dan bernegara.

Kenyataannya, kesejahteraan guru terbengkalai, hanya dibuai kata-kata mesra “Pahlawan Tanpa Tanda Jasa”. Memang seperti itulah keadaan guru saat ini, miris dan penuh ironi.

Ada sebuah peribahasa yang harus direnungi secara mendalam “Logika Tanpa Logistik, Anarkis”. Gaji guru saat ini bahkan lebih murah dari harga seekor sapi itu sendiri. Alih-alih untuk menjadi sapi yang berguna bagi nusa dan bangsa; guru malah lebih memilih menjadi pedagang-pedagang sapi yang cenderung lebih menguntungkan untuk menafkahi anak dan istrinya. Guru mengomersialkan pendidikan seolah itu adalah barang dagangan murahan semurah daging sapi gelongongan yang dijual pedagang-pedagang busuk dipasaran.

Akibatnya pendidikan menjadi bobrok dan tidak terarah seperti sapi liar di hutan rimba. Keserakahan dunia.


Rahmat Enjoy, Hamsin La Ode, Mail, Rafil,S.Pd.: PULPEN DAN DAUN

Lewat tinta hitam ini ku ukir namamu di atas daun, lewat daun dan coretan tinta hitam ini kuingat cintamu di benakku, kulihat daun di sekitar, selalu terbayang dengan senyum manismu, dan teringat dengan coretan tinta hitam yang membuatmu tersenyum. Gigi gingsulmu menambah cantik di wajahmu, seakan tinta pulpen tak bisa lagi di torehkan di atas daun karena begitu indahnya paras cantikmu.

Sering kali kulihat dedaunan yang berguguran, terkadang ku teringat menorehkan kembali tulisan yang begitu indah tapi semua itu tinggal kenangan. Sayang, aku selalu menunggumu sampai ajal menjemput. Aku tetap setia untukmu dan coretan tinta di atas daun inilah yang menjadi kenangan. Cintaku akan terus tumbuh dan bermekaran di dalam hatiku, walau tinta pulpen habis dan daun-daun berguguran


Anton_black.id, Dirman Syatiah, Lanang Aroniangk, Armin Bayrioo: BUKU DAN KOREK API

Buku merupakan tumpukan dari lembaran kertas berisi coretan-coretan tinta yang berisi kata-kata tentang ilmu. Ilmu dalam kehidupan umat manusia dapat dijadikan sebagai penerang dalam kebodohan manusia.

Buku dan korek api mempunyai makna yang sama, yaitu sebagai sumber penerang atau pencerah. Buku merupakan sumber penerang dalam ilmu pengetahuan sedangkan korek api  adalah sumber setitik cahaya yang akan menerangi setiap kegelapan. Maka menyalalah api melitaku.


Syahrul,S.Pd., Arid Sanjaya, Hasir Anjanihu, Ilham Wahyuni: PEMBUNUH BAYARAN DAN CINTA

Pembunuh bayaran adalah suatu profesi seorang yang dilakukan dengan membunuh tanpa keinginan sendiri dari, tapi didasari oleh keinginan seseorang atau kekecewaan seseorang. Pembunuh ini melakukan kejahatan dan dibayar atas pekerjaan yang ia lakukan. Tetapi dalam menjalankan aksinya, seorang pembunuh bayaran tetap memiliki rasa kemanusiaan, iba, dan cinta sehingga memiliki keraguan untuk melakukan pembunuhan terhadap korbannya.

Cinta merupakan rasa yang dimiliki seseorang baik perasaan suka, senang, sedih, iba dan lain-lain. Cinta bisa membuat kita beriring bersamaan dan bisa pula ke arah hal-hal yang negatif. Karena cinta orang bisa berubah 180o, karena cinta pun hal-hal yang tidak disenangi dapat menjadi hal yang indah. Karena cinta gelap dapat menjadi terang, bumi menjadi langit, bahkan dengan cinta segalanya menjadi lebih indah sampai-sampai hal negatif pun menurut pandangan orang lain menjadi begitu indah baginya. Serta karena cinta pula jenggot pun bisa patah, karena cinta preman dapat disulapnya menjadi boneka yang menggemaskan dan karena cinta orang lugu pun bisa membunuh.

Pembunuh hanya merupakan salah satu pekerjaan akibat cinta, mungkin dia cinta dengan pekerjaan tersebut, dan karena saking cintanya ia menjadikannya profesi demi kesenangan dan uang. Namun seorang pembunuh bayaran pun masih memiliki cinta di dalam dirinya.


Sebuah kesukuran karena dengan pengalaman menulis yang masih minim, mereka telah berani mengekspresikan buah pikir mereka dalam lembaran kertas dan tanpa sedikit pun ragu dibenaknya, dan dengan suara lantang mereka memperdengarkan karya mereka tanpa peduli bagaimana orang menilainya. Hal itu juga bagian yang kutekankan pada mereka, untuk menulis pandangan orang lain bukan menjadi hal terpenting, cukup dengan terus menulis dan membaca karya-karya tulis orang lain. Karena dengan membca dan menulis akan terus memperkaya khazanah berpikir kita dalam menciptakan sebuah karya.
Salam PELITA....


Ahwan H.A.K
Share on Google Plus

About PELOPOR LITERASI (PELITA)

    Blogger Comment
    Facebook Comment

0 komentar:

Posting Komentar