Mereka hadir nyaris lebih awal
dari sahut-sahutan ayam ketika fajar tiba. Ketika waktu subuh telah berlalu, ketika
kutinggalkan lelap tidur dalam pembaringanku, mencoba menikmati udara pagi yang
sejuk, nampak olehku para pahlawan yang tiada pernah mengenal kata lelah.
Mereka datang setiap pagi dengan keranjang yang terisi penuh, kantong plastik
hitam yang mengembung serta boks berisi air mineral sebagai barang dagangan.
Mungkin sebagian akan bertanya mengapa mereka kujuluki pahlawan. Semua karena
usia mereka yang memang tak lagi muda, harus membantu menyokong kelangsungan
hidup keluarga yang seharusnya merupakan tanggung jawab seorang suami selaku
tulang punggung, bukan baginya yang hanya sebagai tulang rusuk.
Tuntutan peradaban yang selalu
memandang dari segi materi mungkin dapat dijadikan kambing hitam dalam
kehidupan keluarga mereka yang jauh dari kata berkecukupan. Pasalnya dengan
keterbatasan kemampuan yang dimiliki sang suami menjadikannya harus bekerja
serabutan dengan penghasilan yang tidak tetap dan kerja yang tidak menentu
bahkan nyaris kesehariannya mengerjakan beberapa pekerjaan mulai dari Cleaning
Service, buruh bangunan, tukang ojek dan pekerjaan-pekerjaan lain yang sebagian
orang memandangnya rendah karena penghasilannya yang tidak seberapa. Namun
bagiku meski pekerjaannya tidak menjanjikan akan kesejahteraan, dia adalah
sosok pria yang bertanggung jawab terhadap keluarganya. Apapun akan ia lakukan
demi memberi nafkah yang halal bagi keluarganya, tanpa peduli bagaimana
penilaian orang.
Mencari nafkah memang merupakan
kewajiban imam dalam keluarga. Namun para srikandi itu memilih ambil bagian,
sebagai tambahan untuk mencukupi kebutuhan hidup keluarga mereka. Mungkin karena
kasihan dengan sang suami yang berusaha menafkahi keluarga dengan sekuat tenaga
namun dengan hasil seadanya atau dengan alasan yang lain, tulang rusuk yang
bengkok itu bertransformasi menjadi tulang punggung, bekerja sepanjang hari
membantu sang suami untuk mencukupi kebutuhan keluarganya meski sebagai petugas
kebersihan kampuus dan berjualan di salah satu pojok bangunan kampus di
Universitas Halu Oleo. Namun tidak pernah nampak dari raut wajahnya ekspresi
pembangkangan terhadap kenyataan yang mereka alami. Sepanjang hari dilalui para
srikandi ini dengan senyum, canda dan tawa yang tulus ikhlas serta rasa syukur
atas nikmat tuhannya.
Tidak semua dapat dibeli dengan
uang, begitu mungkin yang tertanam dalam hati mereka hingga seberapa pun yang
mereka peroleh setiap harinya selalu menghasilkan sebuah kesukuran kepada sang
pemberi rezeki. Dibandingkan dengan kebanyakan orang yang berkecukupan namun
tidak pernah merasa puas akan karunia tuhannya. Bahkan kebanyakan orang dengan
nasib yang sama dengannya nekat menghalalkan segala cara demi rupiah, serta
beberapa diantaranya nekat mengakhiri hidupnya dengan alasan desakan ekonomi.
Membersihkan ruangan dan halaman
kampus menjadi rutinitas harian sejak mentari terbit dan menyelesaikannya
sebelum para mahasiswa berdatangan di kampus. Berkucuran memang keringat
membasahi jasad yang tak lagi muda itu, namun senyum dan tawa selalu hadir dan
mereka di bibirnya. Terlepas dari rutinitasnya di pagi hari, mereka
mempersiapkan dagangan seadanya yang diolah dengan tangan mereka sendiri ketika
dini hari, serta jajanan lain seperti air mineral dan permen untuk menyambut
para mahasiswa langganannya. Yang menakjubkan dari para srikandi itu adalah rutinitas
yang ia tekuni itu telah berlangsung lebih dari 10 tahun terakhir.
Ina (bahasa Muna yang berarti
ibu), begitulah kami akrab menyapanya kala mampir di tenda tempat berjualan Ina
baik untuk jajan maupun hanya sekedar berbagi cerita dan bercanda membuang
jenuh. Suatu kebahagiaan bagi kami karena tiap kali kami menyambangi tempat
jualannya, kami selalu di sambut dengan senyuman, meski bibirnya tak lagi
berwarna merah jambu. Dan senyuman itu selalu mengingatkan dengan ibuku yang
selalu menyambut dengan senyum saat aku pulang.
Kendari 7 November 2016
Ahwan HAK
Mereka bekerja bukan karena emansipasi,
BalasHapusMereka justru bekerja demi sesuap nasi,,,
MEREKA MMANG ISTIMEWA
BalasHapus